Jumat, 26 September 2008

Aliansi Strategis

Hari ini, Jumat 26 September 2008. Adalah hari terakhir hari kerja dalam satu minggu.
Hari ini juga adalah hari terakhir kantor-kantor mengadakan aktivitas sebelum libur panjang menyambut Idul Fitri 1429H. Libur yang berakhir pada tanggal 6 Oktober nanti.
Hari ini pula konsentrasi sebagian besar umat Islam di Indonesia sudah tidak terfokus kepada rutinitas melayani.
Dan mulai hari ini pula sebagian besar konsentrasi umat Islam Indonesia beralih kepada 'ritual' kultur kembali ke fitri...

Maka pada hari ini pula ANIN Rumah Batik resmi menjalin kerjasama aliansi strategis dengan sebuah BUMN. Secara garis besar kerjasama ini meliputi perluasan pasar dan mengurangi angka pengangguran dengan cara meningkatkan volume produksi. Volume produksi yang meningkat ini diharapkan bisa menyerap lebih banyak lapangan pekerjaan.

Untuk niat ini kami dituntut mampu menawarkan solusi kepada khalayak sehingga apa yang kami produksi punya manfaat besar terhadap kualitas hidup pelanggan kami. Mohon doanya.

Hari ini, 26 Ramadhan 1429 H atau 26 September 2008 adalah lembaran baru kiprah ANIN Rumah Batik pada dunia batik di Indonesia.

Hari ini merupakan 'awal' dari perjalanan yang sebenarnya sudah dimulai ketika kami memasang sebuah iklan di Majalah WK....

Senin, 15 September 2008

Meski Lambat Industri Batik tetap Tumbuh


Meski saat ini batik sedang tren, ternyata pertumbuhannya belum secepat yang diharapkan. Kemungkinan masalahannya adalah pada rasio jumlah pengrajin yang masih timpang dibanding dengan jumlah pemakai. Begitu juga jumlah pengrajin batik dibanding dengan pakaian non batik jumlahnya juga masih belum imbang.

Setelah sekian lama batik ditinggalkan, menyebabkan pembuat batik banyak yang gulung tikar. Tidak melanjutkan usaha yang berciri budaya ini. Sangat sedikit yang serius dan tetap bertahan dengan ciri khas batiknya. Barangkali inilah yang menyebabkan ketika mode batik kembali digemari, jumlah pembuat batik tidak bertambah banyak dengan cepat karena memang tidak banyak yang bisa membuat batik.

Tulisan di Kompas.com Senin minggu lalu cukup menarik:
-----------------------

Industri kerajinan batik tahun 2007 mencapai nilai produksi Rp 2,9 triliun dengan penyerapan tenaga kerja 792.300 orang untuk 48.300 unit usaha.

Hal itu dikatakan Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Kecil dan Menengah Fauzi Aziz yang membacakan sambutan Menteri Perindustrian Fahmi Idris saat membuka Pameran Batik di ruang Garuda, Departemen Perindustrian (Depperin), Jakarta, Senin (8/9).

"Memang ada kenaikan pertumbuhan industri batik dari tahun 2006 tapi hanya mencapai 5-10 persen saja, tak terlalu signifikan. Banyak daerah selain Yogya, Solo dan Pekalongan sekarang mulai bermunculan industri ini," tuturnya.

Fauzi mengatakan ada delapan provinsi yang menjadi wilayah utama penghasil batik yakni Jambi, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali."Saat ini telah tumbuh kegiatan usaha pembatikan di Sumatera Barat, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Papua. Ini yang terus kita dorong," katanya.

Mengenai pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap industri kerajinan batik, dikatakan Fauzi, memang dampaknya ada tetapi tidak terlalu signifikan. "Pengrajin batik itu kan memakai malam, bahan bakar minyak tanah itu yang lumayan memberatkan. Tetapi sejauh ini belum ada keluhan berarti dari mereka," katanya.

Senin, 01 September 2008

Pengakuan dari 'Negeri Singa'

Minggu lalu saya mendapat surat dari sebuah penerbit di Singapura. Penerbit ini rupanya mendapat kepercayaan dari "Depdiknas"-nya negari Jiran itu untuk menebitkan buku panduan pendidikan bagi murid sekolah menengah pertama.

Kaget dan bangga karena mereka rupanya tertarik dengan produk kami, gitar batik. Sebuah karya seni unik dan eksklusif.

Sebuah pengakuan internasional mengenai khazanah budaya kita.Tidak semua isi surat saya copy di sini
-----------------

Kehadapan Tuan M. Abduh,

Semoga tuan menerima surat ini dalam keadaan sejahtera. Kami ingin memohon keizinan untuk menggunakan gambar produk tuan dalam terbitan kami. Kami sedang menerbitkan sebuah buku bertajuk Art in Life (Seni dalam Kehidupan) karangan............... dan ....................

Buku ini akan digunakan sebagai buku teks oleh pelajar menengah rendah (berumur 13 - 14 tahun) di Singapura tahun hadapan (2009). Pakej terbitan ini termasuk sebuah Buku Panduan Guru serta CD-ROM. Gambar yang kami perlukan juga akan dimasukkan ke dalam Buku Panduan Guru serta CD-ROM tersebut. Kami berminat menggunakan gambar yang berikut:

Lelaman Internet dimana gambar dijumpai Keterangan Saiz gambar yang akan tertera di dalam buku kamihttp://itrademarket.com/rumahbatik/493726/gitar-batik.htm

Gambar tersebut telah kami lampirkan dengan emel ini untuk rujukan anda. Kami memohon keizinan tuan untuk menggunakan gambar tersebut di dalam terbitan kami, dalam bentuk cetakan dan juga elektronik, buat cetakan kali ini dan juga cetakan-cetakan seterusnya / edisi baru buku yang sama, di masa hadapan. Kami juga memintakan tuan emelkan imej hi-res untuk gambar ini, kalaulah tuan mempunyainya.

Oleh kerana buku ini adalah untuk tujuan pendidikan dan kami punyai bajet yang terhad, kami amat berbesar hati jika tuan dapat mengizinkan kami untuk menggunakan gambar tersebut secara gratis. Jika tidak, sila terangkan harga yang perlu dibayar untuk penggunaan gambar tersebut.

Kami akan memastikan penghargaan diberikan kepada tuan/pihak tuan secara terperinci di dalam buku kami. Namun, jika tuan inginkan ayat penghargaan yang khusus, sila berikan butirannya kepada kami.

Walau bagaimanapun, jika hak cipta gambar ini bukan milik tuan, kami mohon agar tuan rujukkan surat ini kepada yang berhak menerimanya, atau beritahu kami kepada siapa kami harus memohon keizinan. Kami juga amat berbesar hati jika tuan dapat memberikan gambar yang lebih besar dan terang (high-resolution) untuk kegunaan kami. Jika tuan mengenakan bayaran untuk penggunaan gambar tersebut, harap maklum yang kami akan memotong dari harga yang ditetapkan, sebarang cukai atau levi yang perlu kami biayai, yang terbit daripada bayaran itu.

Keterangan lanjut tentang terbitan kami adalah seperti berikut:

Tajuk: Art in Life - Lower Secondary
Keterangan: Buku teks untuk pelajar menengah rendah, berdasarkan sukatan pelajaran terbaru Kementerian Pendidikan Singapura, untuk tahun 2009.

Saiz buku: 275 mm x 215 mm (Buku teks pelajar); 300 mm x 226 mm (Buku Panduan Guru).
Had mukasurat : 184 mukasurat untuk kedua buku (Buku teks dan Panduan Guru).............................. dst.

Senaskhah Buku Panduan Guru akan diberikan kepada sekolah-sekolah secara gratis bada tahun pertama. Jika guru-guru menginginkan lebih, setiap Buku Panduan Guru akan dijual pada harga $...............

Tarikh cetakan: November 2008.

Pasaran sasaran: Sektor pendidikan, khususnya di Singapura.
Bahasa penerbitan: Inggeris.

Semoga tuan dapat memberikan jawapan secepat mungkin. Terima kasih atas sokongan dan bantuan tuan.

Yang benar,
............Editor
............ ............ Publishing
............ ........... .......... Asia (............)

Mensyukuri Remah Industri Batik


Di tengah maraknya busana batik yang jadi tren saat ini, ada kisah menarik tentang 'pemilik' industri batik yang sesungguhnya. Tulisan di Kompas ini cukup menarik untuk direnungkan.

Dari tulisan ini saya baru tahu kalau Pemerintah sesungguhnya sudah berniat menjadikan batik sebagai pakaian nasional, menggantikan jas. Sebuah niat visioner.

Tulisan ini saya ambil dari Harian Kompas, 21 Agustus 2008, dengan judul yang sama.

--------------------

Batik adalah rangkaian ribuan titik. Namun, usianya tidak hanya sesaat seperti saat mata canting meneteskan titik demi titik malam (lilin untuk membatik) cair. Rangkaian itu sekaligus menyimpan seribu satu cerita, suka-duka, sedih-gembira, tangis- tawa. Pendeknya, setiap mata canting merekam setiap hela napas si pembatik dalam titik malam yang menetes.

Kalau yang sudah terampil, satu kain dapat diselesaikan dalam waktu satu bulan. Tetapi, bisa juga jadi lama, apalagi kalau hatinya sedang susah. Membatik itu kan seperti melukis juga,” kata Nila, pembatik yang bekerja di rumah produksi batik di Pekalongan, Jawa Tengah.

Seorang pembatik sepuh di Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pernah mengatakan, membatik itu bukan hanya bekerja. Membatik juga melibatkan batin si pembatik. Jika ingin menghasilkan batik tulis yang halus, hati si pembatik tidak boleh gundah, curiga, dan menyimpan prasangka atau menyimpan niat untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari karya itu. ”Selain niat, batin harus tulus. Tidak bisa membatik dengan rasa hati selalu dikejar-kejar,” katanya.

Meskipun tidak mengenal atau bertemu dengan pembatik sepuh dari Imogiri itu, tampaknya Nila membenarkan ungkapannya. ”Bisa juga, untuk mengejar penghasilan, kami membatik cepat, tetapi hasilnya jelek. Hati jadi tidak sreg,” kata Nila. Hati harus tenang, Jika perlu membenamkan dalam-dalam kegundahan yang mungkin saja sempat datang mengganggu.

Industri

Datang setiap pagi dengan mengendarai sepeda tua miliknya, Nila mesti bekerja seharian demi upah Rp 6.000 ditambah uang makan Rp 2.500. Jika mengambil borongan, ia bisa memperoleh tambahan Rp 40.000 untuk setiap lembar kain yang ditulisnya.

Demikian juga Paleha. ”Karena masih baru, upah harian saya Rp 8.500, termasuk uang makan. Yang sudah empat atau lima tahun mendapat upah Rp 10.000,” kata Paleha, pembatik di Wiradesa, Pekalongan.

Paleha yang masih ikut orangtuanya harus bersusah payah mengatur pengeluaran. Ia mesti lentur menyiasati hidup, selentur ketika tangannya membatik. Ia menjadi sandaran kehidupan keluarga, apalagi ibunya yang mewariskan keahlian membatik sudah berangsur tua dan tidak kuat lagi membatik.

Untuk menambah pemasukan, Paleha ikut kerja borongan. ”Dalam keadaan sekarang, sangat sulit mengatur pengeluaran dan pemasukan sebesar itu,” kata Paleha, yang bertugas memopok atau melapisi bagian-bagian tertentu pada kain dengan lilin cair atau malam.

Sebagai ilustrasi, upah minimal di Kota dan Kabupaten Pekalongan untuk tahun 2008 sebesar Rp 615.000, sementara upah minimal rata-rata untuk Jawa Tengah masih Rp 601.418,92.
Pekalongan telah tumbuh menjadi satu pusat batik di Indonesia. Di sepanjang jalan utama dan lorong-lorong kota itu, sangat gampang ditemui gerai dan pusat produksi batik rumahan. Geliatnya telah menarik ratusan ribu warga, termasuk Nila dan Paleha, dalam kerja budaya yang telah menjadi industri itu. Ada ribuan anak putus sekolah terlibat dalam rangkaian kerja industri yang telah mengubah wajah Pekalongan.

Sebagian dari mereka bertugas menulisi kain sutra atau katun putih dengan malam-cair seturut pola motif yang telah digambar. Ada pula yang mewarnai, membuat pola, melepaskan lilin, hingga membuat batik cap. Motif yang dibuat antara lain jawa hokokai dan jelamprangan. Juga ada motif pakem batik Solo atau Yogyakarta, seperti Kawung, Parang Rusak, atau Sidomukti.
Dalam dua tahun terakhir ini, kerajinan dan industri batik di Pekalongan maju pesat. Seiring niat pemerintah menjadikan batik sebagai pakaian nasional pengganti jas, batik tak lagi menjadi ciri khas pakaian orang tua. Tahun ini batik telah menjadi arus utama mode di kalangan anak muda.

Bukan hanya pemilik industri batik yang meraup keuntungan dari ledakan itu. Warga pinggiran dan anak-anak putus sekolah pun memperoleh penghasilan sebagai pekerja pada industri batik. Namun, di tengah kemeriahan itu, kehadiran mereka masih sebatas penikmat remahan kue besar industri batik di Pekalongan. ”Perlu modal besar jika ingin membatik sendiri. Jika sekarang masih ikut orang, ya dijalani dulu,” kata Nila.

Pembatik

Kesabaran, itulah kekayaan sebenarnya para pembatik. Begitulah kebijakan si pembatik meskipun kain itu nantinya tidak lagi menjadi miliknya. Setiap hela napas dan batinnya terekam kuat dalam keindahan karya budaya itu.

Setelah semua proses usai, selembar kain batik tulis halus bisa jadi berharga jutaan rupiah. Nyaris dapat dipastikan si pembeli tidak mengenal siapa si pembatik sesungguhnya. Namun, dari sudut pandang lain, bisa jadi si pembeli hanya memiliki lembaran kain batik yang indah dan mahal itu, tetapi ada ”pemilik” lain yang dengan tulus tinggal di balik bilik-bilik rumah pembatikan di Pekalongan.

Merekalah sang pemilik sesungguhnya, mereka yang meneteskan titik demi titik malam cair menjadi lukisan nan menawan….

sumber foto: inori2000